Perkembangan Sekolah Islam
Perkembangan sekolah Islam mengalami kemajuan selepas kemerdekaan. Berbagai perubahan pun terjadi untuk menyesuaikan dinamika dalam dunia pendidikan di Indonesia. Misalnya saja dari segi kurikulum yang selalu berubah setiap beberapa tahun sekali. Ada pula sekolah Islam yang masuk ke dalam sub-Pendidikan Nasional. Belum lagi masuknya teknologi di era digital yang semakin giat diaplikasikan di lembaga pendidikan.
Perkembangan sekolah Islam berdasarkan kurikulum
Berdasarkan perkembangan kurikulum, sekolah Islam dibagi menjadi tujuh generasi, antara lain:
Generasi I (G.1)
Pada Generasi I atau awal, perkembangan sekolah Islam masih mengikuti kurikulum pemerintah, baik Kementerian Agama maupun Departemen Pendidikan dan Budaya (Depdikbud). Kurikulum tersebut terdiri atas SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA/MA. Pada generasi awal, tidak ada perbedaan yang terlalu menonjol di antara sekolah umum dengan sekolah Islam karena keseragaman kurikulum tersebut, baik yang dikelola negeri maupun swasta.
Generasi II (G.2)
Di Generasi II, beberapa lembaga pendidikan mulai memperlihatkan perbedaan pada perkembangan sekolah Islam. Sekolah-sekolah tersebut biasanya dikenal dengan nama SDI, SMPI, dan SMAI dan populer pada awal dekade ’80-an. Kurikulum yang diaplikasikan masih mengikuti versi Depdikbud, tetapi diberikan tambahan materi berbasis agama, misalnya baca-tulis Al-Quran. Sistemnya pun tak jauh berbeda dari sekolah umum.
Generasi III (G.3)
TK Salman di Awiligar, Bandung, yang berdiri pada 1987 adalah salah satu pionir Sekolah Islam Terpadu di Generasi III. Kemudian, sistem full day school pun sudah dipakai pada perkembangan sekolah Islam ini. Penerapan full day school lantas diadopsi sekolah di Jakarta Selatan dan telah menggabungkan kurikulum Depdikbud dengan SIT. Keberadaan sekolah Islam terus merambah ke kota-kota besar lain di Indonesia sejak awal 90-an.
Generasi IV (G.4)
Pada Generasi IV, muncul Sekolah Alam yang menggunakan alam sebagai sumber ilmu dan berpotensi dikelola peserta didik. Perkembangan sekolah Islam ini tak terlepas dari para penggiat pendidikan di Masjid Salman ITB, Bandung. Adalah Lendo Novo yang kali pertama mencetusnya pada 1997 dan kini telah mendirikan Sekolah Alam Ciganjur di Jakarta Selatan. Mendekatkan anak pada alam sejak dini diharapkan menumbuhkan kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Generasi V (G.5)
Kehadiran homeschooling dalam perkembangan sekolah Islam Generasi V dianggap sebagai angin segar untuk orangtua yang kurang menyukai konsep sekolah konvensional. Aldi Anwar adalah salah satu sosok yang memperkenalkan homeschooling sebagai opsi alternatif pendidikan di Indonesia. Namun, baru pada era 2000-an sekolah tersebut populer di kalangan orang tua dan bahkan bersaing ketat dengan sekolah konvensional modern.
Generasi VI (G.6)
Pada Generasi VI muncul sekolah komunitas yang dikelola langsung oleh sekelompok orang tua murid dengan visi yang sama mengenai pendidikan. Jenis sekolah dalam perkembangan sekolah Islam ini mematok biaya yang dianggap lebih terjangkau. Salah satu sekolah komunitas yang dapat dicontoh adalah Sekolah Qoriyyah Thoyyibah yang berlokasi di Desa Kali Bening, Salatiga. Ada juga yang lebih formal seperti Sekolah Pioneer di Depok.
Generasi VII (G.7)
Sekolah Rumah pada Generasi VII tak bisa disamakan dengan homeschooling. Rumah Pendidikan Muslim Cendekia Madani adalah salah satu contoh dalam perkembangan sekolah Islam ini dan lahir dari hasil pemikiran sejumlah pakar pendidikan Islam solusi masalah, terutama yang berhubungan dengan cognitive oriented. Jenis sekolah ini memang belum terlalu familier, tetapi cocok bagi Anda yang membutuhkan homeschooling dengan nuansa Islami yang kuat.
Setelah memahami daftar perbedaan di atas, Anda diharapkan lebih mantap mengambil keputusan akhir. Orang tua pun dianjurkan mendiskusikannya bersama anak, karena bagaimanapun mereka yang akan menjalani hari-harinya di sekolah.